Alkisah. Suatu hari Ahmad menghadap ayah dan ibunya, lalu berkata: "Aku suka jika ayah dan ibu menghibahkan diriku ini kepada Allah Azza wa Jalla."
"Memang, kami sebenarnya telah menghibahkan kamu kepada Allah," jawab ayah dan ibunya.
Beberapa saat kemudian Ahmad pun meninggalkan ayah dan ibunya. Lalu, ketika kembali di waktu malam yang hujan, dia mengetuk pintu rumah orang tuanya.
"Siapa yang mengetuk pintu?" tanya ayahnya.
"Aku. Putramu, Ahmad."
"Kami memang pernah mempunyai seorang anak lelaki, tapi dia telah kami hibahkan kepada Allah. Kami adalah bangsa Arab yang tidak akan mencabut kembali apa yang telah dihibahkan," jawab ayahnya lagi.
Setelah berkata itu, ayahnya tak membukakan pintu untuknya.
Di antara mutiara hikmah yang pernah diucapkan Ahmad, "Barangsiapa sama antara pujian dan celaan terhadap dirinya, dia adalah zahid. Barangsiapa bisa menjaga shalat fardunya di awal waktu, dia adalah seorang 'abid (ahli ibadah). Barangsiapa yang melihat semua perbuatannya adalah dari Allah Azza wa Jalla, maka dia adalah muwahhid (orang yang mengesakan Allah).
Ketika wafat, Ahmad bin Al-Jalla tampak tersenyum, sehingga tabib mengiranya masih hidup.
"Dia masih hidup," katanya.
Lalu, tabib memeriksa denyut nadinya, "Oh..Dia sudah meninggal," gumam tabib itu.
Kemudian, tabib membuka wajahnya lagi, dan berkata: "Aku tidak tahu apakah dia sudah meninggal atau masih hidup."
Ahmad bin Yahya adalah seorang sufi kelahiran Baghdad, namun pernah tinggal di Ramalah dan Damaskus. Dia dikenal sebagai guru sufi hebat di Syria (Syam). Dia bersahabat dengan Dzu Nun Al-Mishri, Abu Turab, dan Ubaid Al-Bisri. Ayahnya, Yahya Al-Jalla adalah sufi terkemuka di zamannya.
--Risalah Qusyairiah
0 komentar:
Posting Komentar